A
Good Bye!
By:
F.N.
Pria
itu sangat tampan,senyum sinisnya itu selalu membuatku luluh. Ah..sayang ia
pendiam,jarang sekali ia mengobrol dengan teman-teman.Dia jarang bergaul
juga.Sudah beberapa kali aku mencoba mendekatinya untuk sekedar mengobrol namun
sia-sia saja.Ia hanya menjawab pertanyaanku seperlunya. Jika di ajak pergi main
bersama-sama ia selalu menolak.
Memang,
dia itu anak baru,tapi setidaknya harusnya dia itu bergaul dengan teman-teman
yang lain. Ini sudah 3 bulan dia pindah,tapi dia tidak berubah sedikitpun. Ia
tetap dingin seperti pertama kali masuk. Bahkan saat salah satu teman sekelas
kami yang meninggal,ia tidak ikut berkunjung. Semua orang menilainya aneh,tapi
aku rasa dia bukan aneh,melainkan dia punya suatu masalah yang membuatnya
tertekan.
Beberapa
kali aku sempat memergokinya sedang menatapku. Bukannya aku terlalu percaya
diri,tapi itu benar. Pria itu sangat mempesona,tubuhnya yang tinggi
tegap,kacamata frame tebal berwarna hitam yang selalu bertengger di
hidungnya,dan tatapan matanya yang tajam dan menusuk itu membuat aku selalu
penasaran padanya.Tuhan..bolehkan aku mengenalnya lebih jauh? Ku rasa aku
menyukainya..
“eh,mm
Hai Rio ! “ sapaku. “hai.” Jawabnya.“PR udah belum?” tanyaku.“Udah.”
Yah..singkat lagi. “umm,boleh pinjem?” tanyaku mencoba memancingnya bicara
lebih banyak. Namun itu semua sia-sia,ia hanya mengangguk dan memberikan buku
catatannya padaku. Bahkan saat aku mengucapkan terimakasihpun ia masih cuek.
“Yang
sabar ya Fy,kayak gak tahu dia aja.” Ujar Chaca menyemangatiku. “Ya,thanks..”
balasku. Aku menyalin PR dari buku Rio yang tadi ku pinjam. ‘Mario Stevano
Aditya Haling’ nama yang selalu mengganggu benakku,nama yang selalu telintas
jika aku sedang termenung.
***
KRIIIINNGGG
!
Bel
pulang sekolah berbunyi.Aku membereskan buku-bukuku dan lekas keluar kelas
bersama Chaca. “Eh,coba tebak?Minggu besok aku mau ke mana?” ujar Chaca padaku. “Um,ke WC?” jawabku asal. “Yee enak
aja! Besok aku samaRay mau jalan ke Puncak.” Jelasnya dengan gembira.
“Ciee..beruntung amat sih Chaca..”
celetukku. “Yee suruh siapa gak nyari cowok? Banyak tau cowok di luar sana yang
mau samakamu,Cuma kamunya aja yang terlalu berharap sama cowok dingin kayak si Rio
itu.” Sindir Chaca padaku.
“ah,udah
deh gak usah di masalahin lagi.” Ujarku lalu melangkah mendahului Chaca. “eh
tunggu dong,jangan ngambek gitu.” Rayu Chaca sambil mengejarku.“Permisi,apa kau
Alyssa ?” ujar seseorang di belakangku saat aku sedang menuju gerbang sekolah.
Aku berbalik dan menemukan Rio di belakangku. “Eng iya,ada apa ya?” hatiku saat
itu berdebar tak karuan. “Ekhemm” Chaca berdehem dengan maksud menggodaku.Aku
yang salah tingkah ini hanya bisa sesekali melirik dan menyikut tangan Chaca
yang sedari tadi meledekku dengan pura-pura batuk.
“enggak,aku
di suruh Pak Beni ngasihin agenda kelas ke kamu. Itu tugas sekertaris kelas
bukan?” ujarnya sambil menyodorkan buku agenda itu padaku. Hahhhh ku kira dia
mau apa,eh ternyata cuma begini. “yee,ku kura mau apa,ternyata Cuma ngasih
agenda.” Ujar Chaca.
“eh,eh
bentar deh,lu tuh sebenernya ganteng Rio,tapi kacamata itu ganggu sini biar ku
lepas.” Ujar Chaca sambil meraih kacamata Rio. Namun ia menepis tangan Chaca “jangan,kamu
kan gak tau apa-apa,kalo lepas kacamata
aku gak bisa lihat apapun.” Ujar Rio dingin. “alah baawel amat si.” Chaca pun
menarik paksa kacamata Rio.Ia menatap langsung mata Rio. Seketika Rio dengan
cepat berlari dan meninggalkan kami berdua.
“aneh
deh dia,katanya kalo gak pake kacamata dia nggak bisa liat apa-apa tapi tadi
larinya lancer banget deh.” Celetuk Chaca. “eh tapi nanti dia gimana
pulangnya?” tanyaku cemas. “Idihh..perhatian amat,yaudah nih balikin aja sama
kamu kacamatanya. Lagian dia nggak akan kenapa-kenapa orang ini kacamata
biasa,gak min gak plus.” Ujar Chaca memberikan kacamata Rio Padaku.
“eh
kok aku? Kan kamu yang ngambil..” keluhku. “aku mau siap-siap liburan, gak akan
sempet.” Jelas Chaca. “idihh.. tapi aku kan nggak tau rumahnya di mana.”
Jawabku. “yee gitu aja repot,tinggal masuk TU minta data siswa udah.. “ Jelas Chaca
lalu pergi meninggalkan aku. “Eh..tung.. “ Belum sempat aku protes ia sudah
ngacir duluan ke luar gerbang. ‘Kenapa segitu begonya kamu Ify,gitu aja pake
nanya.’ Dengan terpaksa aku menuju TU dan meminta alamat rumah Rio.
***
Tok..Tok..Tok..!
“Permisi..” ujarku sambil mengetuk pintu saat tiba di depan rumah Rio. Ternyata
rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah.Rumahnya bisa di bilang ‘mewah’ dengan
interior antik yang menghiasi menambah kesan mewah dari rumah itu. “um,cari
siapa non?” tanya seorang wanita paruh baya yang tak lama keluar dan
menghampiriku. “oh..um,begini,apa benar ini rumah Mario?” tanyaku ragu.
“iya
betul,den Rio baru saja pulang,non temannya?” tanya wanita itu lagi. “oh
iya,saya temennya Rio,saya cuma mau balikin kacamatanya.”Ujarku sambil
memperlihatkan kacamata Rio pada wanita itu. “oh iya,sebentar saya panggilkan
den Rio,non silahkan masuk dan menunggu di dalam.” Ujarnya sambil
mempersilahkanku duduk di sofa ruang tamu rumah itu.
“
setahu saya di kota-kota sebelumnya den Rio tidak pernah punya teman,syukurlah
di sini ada yang mau berteman dengannya.” Ujar wanita itu lirih sambil berjalan
menuju lantai dua,’mungkin kamar Rio di lantai dua’ batinku.Beberapa saat
kemudian Rio muncul dan duduk di hadapanku.Ia tak mengenakan kacamata dan terus
menunduk. “hei,kanapa menunduk?” tanyaku. “ti tidak apa-apa.. mana kacamataku?”
ucapnya masih dengan nada datar yang dingin.
“ini..”
aku menyodorkan kacamata itu padanya. Ia lekas mengambil dan mengenakannya.
“fyuhh.. akhirnya..” ucapnya. “dih? Segitunya,kayak yang baru lepas dari
penderitaan aja..” ujarku. Ia hanya tersenyum sinis. “Temanmu yang tadi merebut
kacamataku ke mana?” tanyanya.“ ohChaca, dia tak bisa mengembalikan kacamata
itu padamu dan menyuruhku menggantikannya karena dia mau merapikan
barang-barangnya untuk berlibur besok.” Jelasku.
Rio
terlihat terkejut dan segera menarikku menuju lantai dua,menuju kamarnya.. “Rio,apaan
sih sakit dodol!” bentakku saat ia melepaskan pegangan tangannya. “Besok Chaca
akan pergi sama pacarnya ke puncak bukan?Bilang kalau aku salah!” ujarnya
dengan serius. “kok kamu bisa tahu?” aku terkejut. “Tuhan..kenapa ini tejadi
lagi ?!!” dari nada bisaranya ia teramat kesal. “hei,kenapa kau bisa tahu hal
itu?” tanyaku lagi.
Ia
berbalik menhadapku dan berbisik ringan, “beri tahu sahabatmu untuk
berhati-hati dan sarankan pada pacarnya untuk memeriksa rem sebelum pergi. Entah
apa itu berguna atau tidak.”Aku terheran. “a.. apa maksudmu? Kanapa kau bicara
begitu?Kanapa kau bisa tahu sejauh itu?” tanyaku heran.Aku mulai merinding
berhadapan dengannya. Aku yang semula mengaguminya entah kenapa kini aku merasa
solah aku akan jadi mangsanya.“Itu bukan urusanmu.Sudahlah aku tahu kau tak akan
memberitahukan hal tadi pada temanmu bukan?” ujarnya.Aku diam tak bergeming.“shh..
percuma saja ! besok aku ikut kelas tambahan dari pagi sampai sore untuk
memperbaiki nilai,kalau kau ada apa-apa aku aka nada di sekolah.” Ujarnya.
Fikiranku masih kacau,aku tak bisa mencerna apapun yang ia ucapkan. Akhirnya
aku hanya bisa pamit untuk pulang sesegera mungkin.
Ia
mengantarku sampai ke depan pintu rumahnya. “Sampai jumpa..” ujarku padanya.
“Hati-hati di jalan..” ujarnya padaku.Aku hanya mengangguk kecil dan berjalan
lunglai menuju mobilku yang terparkir di luar rumahnya.
***
“hh..
apa itu benar? Apa sebaiknya aku memperingatkan Chaca? “ gumamku setibanya di
rumah. “ah.. sudah lah sebaiknya aku menenangkan diri dulu supaya aku tidak
salah mengambil keputusan. Takutnya kalau aku memperingati Chaca dia malah
marah-marah lagi..” aku bergegas menuju kamar mandi dan merapikan diri.
Jam
menunjukkan pukul 08.30 saat aku selesai makan malam dengan papa dan mama.
“mungkin sebaiknya aku hubungi Chaca saja..” aku mengambil ponselku dan
menghubungi Chaca. “Duh..kok gak aktif sih?! Ahh aku lupa !ponselnya pasti di
charge !” Aishh kebiasaan buruk sebelum liburan yang di miliki Chaca ternyata
belum berubah,ia selalu me-non aktif kan dan men-charge ponselnya agar keesokan
hari saat liburan ia dapat sepuasnya menggunakan ponselnya.
“huft…
mau bagaimana lagi? Sebaiknya aku beri tahu dia nanti pagi saja..” akupun naik
ke ranjang dan menyelimuti tubuhku. Sejenak aku bergidik mengingat kejadian
tadi siang.‘Kenapa dia bisa berubah menjadi begitu menyeramkan ya?’ gumamku.
Tak mau ambil pusing,akupun segera memejamkan mataku.Dan tertidur pulas.
***
“Ify
bangun! Bangunnn!” suara mama yang nyaring mengusik tidur indah(?) ku. “ada apa
ma?” ujarku sambil mengerjap kan mataku. Mama menarik tanganku ke ruang tengah.
“Lihat berita itu!” perintah mama. Akupun mengalihkan pandanganku ke layar
televise. Seketika aku terkejut bukan main.Di layar televisi aku melihat sebuah
mobil hitam yang sudah hancur berkeping-keping karena menabrak sebuah pohon
besar. Aku kenal mobil itu! Ya tidak salah lagi ! Itu mobil Ray,pacarChaca !
“Di
ketahui bahwa penyebab kecelakaan adalah rem yang blong sehingga membuat
pengendara kehilangan kendali atas mobilnya saat di tikungan.Tak ada korban
lain selain pengendara dengan satu korban yang ada di dalam mobil bersamanya.
Berikut nama korban yang di ketahui telah tewas di tempat. Ray dan Natasha.”Suara
reporter itu seperti pisau yang menikam ku.Jantungku serasa berhenti. Lututku
tak kuasa menahan berat badan ku,aku ambruk dan tak sadarkan diri.~~
Bau
menyengat dari minyak angin memulihkan kesadaranku. “a aku gak mimpi kan ma?”
tanyaku memastikan. “kamu gak mimpi sayang, yang tabah ya. Mama tauChaca itu
sahabat terbaikmu.” Ucap mama.“ a..aku mau pergi ma.” Dengan gontai aku pergi
ke kamar,mencuci mukaku dan berganti pakaian. ‘Rio’ nama itu langsung memenuhi
fikiranku.
Segera
aku bergegas menuju garasi dan menghidupkan mobilku. “Hati-hati nak..” ujar Mama.
Aku mengangguk kecil.langsung ku arahkan mobilku menuju sekolah.
BRAKK!!
Aku menggebrak meja dengan kasar.Orang yang ada di kelas langsung menoleh ke
arahku.Dengan tatapan tajam aku menujuk Rio. “Kamu !aku punya urusan denganmu
!!” ujarku dengan nada yang marah bercampur kesal.
Dengan
santai Rio menghampiriku.Segera ku tarik tangannya keluar kelas setelah cukup
jauh dan memastikan tak ada yang mengikuti aku menghentikan langkahku.BUGH aku
mendaratkan kepalan tanganku di pipinya. “Apa yang kamu lakuin ?!kamu pembunuh
Yo !!” bentakku. Ia yang masih memegangi pipinya hanya tersenyum simpul.
“terjadi sesuatu huh?” tanyanya dingin. “Aku sudah memberi tahumu bukan?Ini
salahmu! Salahmu Fy !!” ujarnya. “Kenapa kau bisa mengetahuinya? Kenapa huh?! “
tanyaku.Ia tak bergeming. “Hanya ada satu jawaban, kau mengetahuinya karena kau
yang melakukannya! Kau yang membuat remnya blong! Kau yang memb “AKU CENAYANG
!! “ bentaknya memotong ucapanku.
“eh?”
. “Aku cenayang !aku bisa melihat cara mati seseorang hanya dengan melihat langsung
mata mereka! Dan kau lihat sendiri bukan Chaca melepas kacamataku dan memandang
langsung mataku?!Dari situ aku langsung mengetahuinya!” jelasnya dengan nada
kesal.Aku terkejut. “Dan setelah ini kau akan membenciku,kau akan takut
padaku,dan aku harus berpindah sekolah lagi untuk yang ke-5 kalinya..” ujarnya
lirih.
Aku
terlalu terkejut untuk bicara.Ternyata inilah beban yang di tanggungnya selama
ini.Aku hanya bisa berdiri mematung di hadapannya. “Kau boleh pergi..” ujarnya.
“Tidak..” ucapku, “Aku tidak membencimu,aku tidak takut padamu,dan kau tidak
perlu berpindah sekolah lagi.” Ujarku. Ia terlihat senang,raut gembira tersirat
di wajahnya walau hanya setitik kecil. “Terima ka.. “Asal kau jangan
menggangguku lagi.Aku … ah sudahlah.”Ucapku kesal dan berlari meninggalkannya.
“Hey
IfyTunggu !!!” pintanya. Namun aku tak menghiraukannya.Aku terus berlari dengan
lelehan air mata yang membasahi pipiku.Ia mengejarku dan berhasil
menghentikanku. “Kenapa?Apaaku salah jika aku cenayang? Ify aku tak mau ini !
Aku tak mau hal ini melekat padaku! Tapi bisa apa aku?!” Jelasnya padaku.Aku
masih menangis.“Aku tak mau memikul beban ini! Mengertilah Fy.. Aku sudah
senang memiliki teman,aku tak mau orang yang tadinya mau jadi temanku kini
membenciku Ify !” ucapnya.
“Berhentilah
menjadi orang yang dingin.”Ujarku. “eh?” ia terkejut. “Dengan begitu akan ada
banyak orang yang mau berteman denganmu.Tak perlu aku.”Lanjutku.“Tapi aku tak
bisa Fy.”Ujarnya. “Aku harus pergi ke pemakaman Chaca,jangan kau kejar aku
lagi.” Ujarku dingin sambil melangkah menjauhinya.Ia hanya diam terpaku di
tempatnya.
Di
pemakaman aku menangis sejadi-jadinya. Aku meluapkan seluruh amarahku pada
Chaca yang mengambil kacamata Rio,pada Ray yang tak memeriksa keadaan
mobilnya,pada Rio yang tidak memberitahuku pentingnya hal itu,juga pada diriku
sendiri yang menganggap enteng masalah ini. Aku menangis dan terus menangis.
Selamat
jalan Chaca,Ray..
***
3
week Later,13 February
Aku
meletakkan setangkai bunga mawar putih di atas makam Chaca.Setiap sore aku
selalu ke sini untuk menyapa Chaca dan meletakkan bunga favoritnya. “Pagi Chaca..
3 minggu ini sungguh minggu yang berat,apalagi sepeninggalanmu aku jadi kesepian.
Tapi ada kabar baik, Rio orang yang dulu aku suka itu,kau ingat kan? Dia
sekarang sudah mulai bisa bergaul dan punya banyak teman. Tapi..tetap saja aku
tak bisa memaafkannya.” Ujarku pada Chaca,berharap ia akan
mendengarnya.Whusss~~ hembusan lembut angin mengacak-acak rambutku yang
terurai.
Aku
mulai berdo’a untuk Chaca. Setidaknya hanya itu yang dapat ku lakukan kini.
“Masih tak mau memaafkanku?” ujar seseorang yang suaranya sudah tak asing lagi bagiku.
“Mau apa kau ke mari Rio?” tanyaku sinis. “Aku mohon maafkan aku Ify..” ujarnya
lirih.
“Huh,bisa
juga kau selembut itu,aku kira kau dingin.” Sergahku. “Ifylupakan aku yang
dulu,kini aku sudah berubah! Aku suadah menuruti kata-katamu! Tapi kenapa kau
masih enggan berteman denganku?Kanapa kau masih menjauhiku Ify?” tanyanya.Aku
tak menjawab. Aku bingung,harus bagaimana aku ini? Tak dapat ku bohongi kalau
aku masih menyukainya,aku masih mengaharapkan dirinya! Tapi rasa benciku lebih
besar dari itu.
“Ify~
maafkan dia..” bisik angin padaku. ‘Eh? Tak salahkah?Apa aku sudah gila?’
batinku. “Ini aku,Chaca.. aku saja sudah memaafkannya,maafkanlah dia..~” bisik
angin itu yang kemudian hilang.Aku menghela nafas. Berat memang..namun aku
harus mencobanya,karena ini permintaan Chaca. “ku mohon maafkan aku Fy,aku tak tahan
di benci olehmu..” ujar Rio. “Baiklah kau ku maafkan.”Ujarku lirih. Jantungku
serasa mau meloncat ketika tiba-tiba ia memelukku. Seakan menyadari kekagetanku
ia pun melepas pelukannya. “oh..maaf aku terlalu senang.” Ujarnya. “tak apa..”
jawabku. “Mau ke sekolah?” tanyanya.Aku hanya mengangguk lemah.
10
Days Later,23 February
Sejak
hari itu aku dan dia semakin dekat.Rasaku padanya juga semakin besar.Hari demi
hari terasa semakin menyenangkan. Akupun sudah mulai melupakan masalah kematian
sahabatku,bahkan sesekali kami mengunjungi makamnya bersama.
“Happy
Birth Day Ify!” ucap Rio padaku.Ia mengeluarkan sebungkus kado dari balik
punggungnya. “Uwah.. Terimakasih Rio..” ucapku. “Tapi aku tak mau ini..” lanjutku.
“lalu mau apa?” tanya Rio heran. “Aku ingin kau melepas kacamatamu dan
memandangku.”Kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Rio terlihat
terkejut,dengan cepat ia menggelengkan kepalanya. “Aku tak mau melakukan itu!”
ujarnya. “Aku mohon Rio..” pintaku. “Tidak!”Ia tetap teguh pada pendiriannya.
“Rio,ini adalah permintaanku! Aku tak akan menyalahkanmu atas apa yang akan
terjadi nan”AKU TAK MAU MELIHAT BAGAIMANA ORANG YANG AKU CINTAI MATI!! AKU TAK
AKAN SANGGUP FY !!” ujarnya memotong kalimatku. Aku terkejut,”k kau?” tanyaku
terkejut.“Ya! Aku mencintaimu Ify! “ balasnya.
Aku
tersenyum lembut. Tes… sesuatu meluncur mulus dari hidungku,darah.. akupun
ambruk. Beruntung Rio dengan sigap menahanku dan membaringkanku di pangkuannya.
“Ify? Kau kenapa?Hidungmu berdarah!” ujar Rio panik. “aku akan menelfon rumah
sakit terdekat.” Ujarnya. “telfon saja R.S Pelita,nomornya ada di list nomor
darurat ponselku.” Ujarku lirih sambil menyerahkan ponselku
padanya.“Bertahanlah..” itu kata terakhir yang ku dengar darinya sebelum suara
sirine yang memekakan telinga mengacaukan pendengaranku.~~
Seberkas
cahaya menyilaukan mataku.Aku mengerjapkan mataku dan mendapati Rio sedang
memandangiku dengan sayu. “Hei.. “ sapaku lemah. Aku mencoba bangun. Tapi
terlalu sulit,semua peralatan medis yang menempel di badanku menghambat
gerakku. “Jangan dulu bergerak.”Ujarnya.Aku hanya tersenyum simpul.
“Huh,akhirnya
penyakit ini kambuh juga.” Ujarku lemah. “Dua tahun menghilang dari
tubuhku,kini kanker itu kembali..” gumamku.“Jadi,mau kah kau mengabulkan
permintaanku?” tanyaku pada Rio. Ia masih terlihat ragu. “Kalau begitu maukah
kau mendekatkan wajahmu agar bisa membisikan sesuatu padamu?” pintaku.Ia
mengangguk dan mendekatkan wajahnya.
“Aku
mencintaimu juga Rio..” bisikku. Lalu ku tahan kepalanya dan ku lepas
kacamatanya.Ia terkejut dan tak sempat memejamkan mata. Ekspresinya berubah
sedih.. “Tampaknya tak perlu kau mengucapkan apa yang kau lihat,aku sudah tahu
kapan aku akan pergi..” ujarku sambil tersenyum padanya. Rasa sakit yang
melanda tubuhku sudah tak dapat ku tahan.Aku sudah menyerah pada penyakit ini.
Bahkan di saat terakhir aku masih dapat melihat wajah-wajah orang yang aku
cintai,dan memberikan senyum termanisku untuk mereka..
“Selamat
tinggal semua..” Ucapku lemah.. ‘Chaca..aku menyusulmu..’batinku sebelum aku
benar-benar tak sadarkan diri.
_Fin_
Selesaiiii~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar